Oleh: Devid Saputra*
Setelah menjalani libur Ramadan dan Lebaran, kita kembali merenungkan arti serta dampak dari bulan suci ini, terutama dalam perspektif ekonomi syariah. Ramadan tidak hanya menjadi waktu untuk beribadah, tetapi juga merupakan kesempatan bagi pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dalam sejarahnya, bulan Ramadan telah membawa banyak keberkahan bagi usaha, baik pada masa Rasulullah SAW maupun di berbagai periode lainnya.
Pada zaman Rasulullah, kegiatan ekonomi dilakukan dengan prinsip keadilan dan transparansi. Beliau mendorong praktik perdagangan yang tidak hanya menguntungkan secara materi tetapi juga memberikan keberkahan spiritual. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa “Satu dirham dapat mengungguli seratus ribu dirham.” Ketika ada yang bertanya bagaimana hal itu mungkin terjadi, beliau menjelaskan bahwa ada seseorang yang memiliki dua dirham lalu menyedekahkan satu dirham tersebut. Di sisi lain, terdapat orang kaya yang menyedekahkan seratus ribu dirham dari hartanya (HR. An Nasai no. 2527 dan Imam Ahmad 2: 379; Syaikh Al Albani menilai hadis ini hasan). Pernyataan ini menunjukkan bahwa keberkahan dalam berbisnis tidak hanya diukur dari keuntungan finansial tetapi juga dari niat serta etika yang baik.
Selama bulan Ramadan, Rasulullah beserta para sahabat aktif dalam berdagang dengan penuh integritas dan saling membantu satu sama lain. Banyak di antara mereka berhasil meningkatkan pendapatan melalui praktik bisnis sesuai dengan prinsip syariah. Ini menunjukkan bahwa bulan suci adalah waktu ideal untuk memperkuat usaha serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Praktik ekonomi pada masa itu mencerminkan nilai-nilai Islam seperti kejujuran dan saling menghormati antara penjual dan pembeli serta kepedulian terhadap sesama manusia. Para pedagang tidak hanya fokus pada keuntungan pribadi tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dari setiap transaksi mereka. Dengan demikian, aktivitas ekonomi selama Ramadan bukan sekadar mencari laba semata; melainkan sebagai sarana untuk berbagi rezeki kepada mereka yang kurang mampu.
Keberkahan Ramadan di Era Modern
Bulan Ramadan di Indonesia selalu menjadi momen yang sangat dinantikan oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memproyeksikan bahwa total transaksi ritel di tanah air selama Ramadan 2025 akan mencapai Rp 75 triliun, dengan sektor makanan dan minuman sebagai penyumbang utama. Antusiasme masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka selama bulan suci ini menunjukkan betapa pentingnya peran UMKM dalam memenuhi permintaan pasar.
Di Kepulauan Riau, salah satu provinsi di Indonesia dengan mayoritas penduduk Muslim, UMKM memiliki potensi besar untuk berkontribusi dengan menyediakan berbagai produk halal yang dibutuhkan masyarakat selama Ramadan. Mereka menawarkan beragam pilihan mulai dari kuliner khas hingga perlengkapan ibadah. Dukungan dari pemerintah serta lembaga keuangan syariah memberikan kesempatan bagi UMKM di wilayah ini untuk tumbuh dan bersaing secara lebih efektif.
Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah acara KURMA (Kepulauan Riau Ramadan Fair), yang bertujuan untuk mempromosikan produk-produk halal dari UMKM sekaligus memberikan edukasi mengenai ekonomi syariah melalui berbagai kegiatan seperti seminar dan fashion show. Berdasarkan laporan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kepulauan Riau (KPw BI Kepri), total penjualan UMKM pada KURMA 2025 mencapai Rp 2,3 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 100% dibandingkan tahun sebelumnya. Kepala KPw BI Kepri, Rony Widijarto, menyatakan bahwa peningkatan ini mencerminkan pertumbuhan positif ekonomi syariah di daerah tersebut.
Data Transaksi E-Commerce Selama Ramadan
Seiring dengan perkembangan teknologi, belanja online semakin menjadi pilihan utama masyarakat, terutama selama bulan Ramadan. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) memproyeksikan peningkatan transaksi e-commerce sebesar 15%-20% dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin nyaman berbelanja secara daring, terutama untuk produk-produk yang berkaitan dengan kebutuhan Ramadan.
Oleh karena itu, pelaku UMKM di Kepulauan Riau perlu memanfaatkan peluang ini dengan beradaptasi terhadap perubahan perilaku konsumen. Dengan memanfaatkan platform e-commerce, mereka dapat menjangkau pasar yang lebih luas dan meningkatkan penjualan. Selain itu, mereka juga harus memastikan bahwa produk yang ditawarkan sesuai dengan prinsip syariah, sehingga dapat menarik minat konsumen yang mengutamakan produk halal.
Perlunya Adaptasi Pelaku UMKM
Dalam menghadapi perubahan dalam perilaku belanja konsumen, pelaku UMKM perlu berani melakukan inovasi dan penyesuaian. Pemanfaatan teknologi digital dalam pemasaran dan penjualan produk menjadi sangat krusial. Para pelaku UMKM harus memanfaatkan media sosial serta platform e-commerce untuk mempromosikan produk mereka, sekaligus memberikan kemudahan bagi konsumen dalam melakukan transaksi.
Di samping itu, perhatian terhadap kualitas produk dan layanan juga sangat penting bagi pelaku UMKM. Dengan menciptakan pengalaman berbelanja yang menyenangkan, konsumen akan lebih setia dan cenderung kembali untuk berbelanja lagi. Ini merupakan langkah vital dalam membangun reputasi serta keberlanjutan usaha.
Oleh karena itu, saatnya bagi para pelaku UMKM untuk menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku belanja masyarakat dan memanfaatkan teknologi guna memperkuat posisi mereka di ekosistem ekonomi syariah. Dengan cara ini, keberkahan Ramadan tidak hanya dirasakan oleh individu saja tetapi juga oleh seluruh masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan serta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
***
* Penulis adalah Dosen UIN Raden Intan Lampung
** Artikel ini juga telah dipublikasikan di Times Indonesia dengan judul “Keberkahan Ramadan sebagai Momentum Pertumbuhan Ekonomi Syariah bagi UMKM.”