Kajian Psikologis Fenomena Bediding dan Adaptasi Masyarakat

Redaksi

Fenomena bediding penurunan suhu drastis di malam hari kembali terjadi di Indonesia, termasuk Jawa Timur. Merupakan dinamika iklim tahunan akibat angin muson Australia yang membawa udara dingin dan kering dengan intensitas bervariasi tergantung kekuatan angin dan kelembapan regional. Serta langit cerah tanpa awan yang mempercepat pelepasan panas bumi di malam hari menyebabkan penurunan suhu.

Meski biasa terjadi setiap Juli-Agustus, tahun ini fenomena bediding beriringan dengan kemarau basah, menciptakan fluktuasi cuaca malam lebih dingin meski siang tetap terik, disertai potensi hujan lokal dan kelembapan yang tidak stabil. Dr. Listyo Yuwanto, Psikolog, FISQua, FRSPH dari Disaster Network menganalisis dampak fenomena ini terhadap kondisi psikologis masyarakat serta memberikan tips praktis untuk menjaga keseimbangan mental.

Berdasarkan data teknis, suhu di Surabaya selama Juli berkisar antara 24°C hingga 31°C, dengan kelembapan yang cenderung menurun seiring berkurangnya tutupan awan (dari 57% ke 52%). Titik embun yang rendah membuat udara terasa lebih kering, sementara peluang hari panas-lembab turun dari 98% menjadi 96%. Perubahan ini tidak hanya memengaruhi fisik, tetapi juga psikologis. “Perubahan suhu antara siang dan malam dapat memicu weather stress atau stres akibat cuaca,” jelas Dr. Listyo. “Tubuh dan pikiran perlu beradaptasi lebih cepat yang berpotensi menimbulkan kelelahan, sulit tidur, bahkan penurunan mood, terutama pada individu yang sensitif terhadap perubahan lingkungan.”

Curah hujan masih mungkin turun (rata-rata di Surabaya menurun dari 40 mm di awal Juli menjadi 14 mm di akhir bulan). Kombinasi suhu rendah (hingga 24°C), tutupan awan berkurang, dan kelembapan tidak stabil menjadi tantangan tersendiri bagi kenyamanan hidup. Ketidakkonsistenan cuaca misalnya, tiba-tiba hujan setelah udara dingin dapat memperburuk rasa tidak nyaman dan kecemasan, terutama bagi mereka yang memiliki rutinitas luar ruangan.

Lihat Juga:  SMK Darul Ma’arif Majukan Digitalisasi dengan KiDi IoT dari Telkom

Selain memengaruhi kondisi psikologis, perubahan cuaca ekstrem ini juga dapat memicu gangguan pernapasan, dehidrasi, serta memperburuk gejala alergi pada individu yang sensitif. “Di sisi lain fenomena ini juga membawa berkah tersendiri, seperti kualitas udara yang lebih bersih karena minimnya polutan yang terperangkap awan, serta malam yang lebih nyaman untuk beristirahat bagi mereka yang bisa beradaptasi dengan baik,” tambah Dr. Listyo.

Untuk membantu masyarakat beradaptasi dengan fenomena bediding dan perubahan cuaca ekstrem, berikut beberapa tips psikologis yang dapat diterapkan. Pertama, atur pola tidur dengan baik karena udara dingin malam hari dapat mengganggu kualitas istirahat. Gunakan pakaian hangat atau selimut yang nyaman, serta hindari paparan gawai sebelum tidur agar tubuh dapat beristirahat optimal. Biasakan tubuh dengan perubahan suhu secara bertahap, misalnya mandi air hangat di malam hari.

Kedua, jaga asupan cairan karena udara kering berisiko menyebabkan dehidrasi yang dapat memengaruhi konsentrasi dan kestabilan emosi. Disarankan untuk minum air putih lebih banyak meski tidak merasa haus dan jaga pola makan. Ketiga, lakukan manajemen aktivitas dengan menyesuaikan jadwal harian. Hindari aktivitas fisik berat di luar ruangan saat suhu sedang ekstrem, dan manfaatkan waktu pagi atau sore yang lebih nyaman untuk berolahraga. Keempat, manfaatkan rutinitas positif seperti membaca buku, meditasi, atau kegiatan relaksasi lainnya guna mengurangi stres akibat perubahan cuaca.

Terakhir, selalu waspadai perubahan emosi yang mungkin terjadi. Jika muncul gejala seperti kelelahan berlebihan, kecemasan, atau perasaan murung yang berkepanjangan, segera bicarakan dengan orang terdekat atau konsultasikan kepada profesional kesehatan mental.

“Dengan menerapkan tips-tips ini, diharapkan masyarakat dapat menjaga keseimbangan fisik dan psikologis selama menghadapi fenomena bediding. Memahami pola cuaca dan dampaknya pada mental adalah langkah awal untuk beradaptasi,” tutup Dr. Listyo.

Lihat Juga:  Kerja Sama Tingkatkan Konektivitas, Witel Jakarta Centrum Kunjungi Plaza Kenari Mas