Ilustrasi: Dok. Istimewa
Oleh: Reva Shofia Nur Azizah
Perkembangan bidang konstruksi di Indonesia terus melonjak pesat. Pembangunan demi pembangunan dilakukan untuk meningkatkan infrastruktur di kota-kota. Dengan adanya infrastruktur, dapat menumbuhkan ekonomi di berbagai sector. Sehingga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat dalam daerah maupun luar daerah. Pertambahan jumlah pendudukan akibat urbanisasi merupakan faktor utama pembangunan terus menerus dilakukan. Bertambahnya populasi di suatu wilayah berarti bertambah pula lahan yang dibutuhkan untuk dibangun pemukiman.
Terciptanya lapangan kerja dengan adanya pembangunan infrastruktur, memungkinkan masuknya tenaga kerja terarmpil maupun tidak terampil selama proses berjalannya proyek tersebut. Hal ini menjadi perhatian penting agar terjaganya linkungan kerja yang aman. Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sepanjang tahun 2024 ini, terjadi sedikitnya 160 ribu jumlah kasus kecelakaan kerja. Oleh karena itu, edukasi atau sertifikasi pekerja mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat perlu untuk diterapkan untuk menekan angka kecelakaan kerja.
Menurut OSHA, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah aplikasi ilmu dalam mempelajari risiko keselamatan manusia dan property baik dalam industry maupun bukan. Kesehatan keselamatan kerja merupakan multi disiplin ilmu yang terdiri atas fisika, kimia, biologi, dan ilmu perilaku dengan aplikasi pada manufaktur, transportasi, dan penanganan material berbahaya.
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah salah satu upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja, pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja (Drs. Irzal, M.Kes., 2016).
Terjadinya kecelakaan kerja tentunya diakibatkan beberapa faktor umum yang sering terjadi. Salah satu nya yaitu karena adanya perilaku tidak aman pada saat bekerja, hal ini biasanya karena kelalaian pekerja itu sendiri (seperti: tidak memakai APD).
Selain itu, kondisi tempat kerja yang tidak aman juga menjadi faktor kecelakaan kerja, bagaimana peletakan alat dan mesin semestinya, lokasi penyimpanan zat berbahaya yang jauh dari akses mobilisasi pekerja, kebersihan area dari cairan yang membuat lantai kerja licin, kondisi alat yang tidak layak yang semestinya tidak digunakan lagi. Manajemen juga menjadi faktor penting, seperti menegaskan aturan mengenai K3, serta monitoring yang baik dapat mencegah kecelakaan kerja. Jika manajemen yang ada kurang peduli, maka kecelakaan kerja bisa dianggap sepele dan kurang ditangani.
Risiko kecelakaan kerja tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga berdampak kerugian bagi perusahaan dan pekerja akibat terganggunya proses produksi. Sehingga dapat menurunkan efisiensi produktivitas kerja. Risiko kecelakaan kerja tidak dapat sepenuhnya dihindari. Meski demikian, kita tetap bisa kendalikan risiko kecelakaan tersebut dengan upaya-upaya pencegahan seperti; membuat aturan/instruksi yang jelas dan tegas, menyediakan Alat Pelindung Diri (APD), mengawasi karyawan, memberikan pelatihan/training, membuat tandatanda bahaya (hazard sign), mendesain area kerja yang aman, serta menjaga semua mesin dan peralatan dalam keadaan baik.
Faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja tidak bisa menjadi hal yang dikesampingkan. Jumlah kecelakaan kerja yang tinggi merupakan imbauan agar manajemen di suatu proyek konstruksi bisa lebih peduli dengan penyelenggaraan aturan K3. Dengan demikian, upaya-upaya pencegahan dalam K3 sangat penting dilakukan agar hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.