Kontekstualisasi Pandemi Covid-19 dalam Pembelajaran Sejarah

Ilustrasi: Kontekstualisasi Pandemi Covid-19 dalam Pembelajaran Sejarah (Dok. Istimewa)

Oleh: Luthfia Maysarah Najam* 

Pandemi COVID-19 membawa dampak sangat besar bagi aspek kehidupan masyarakat. Dampak tersebut terjadi di berbagai bidang seperti sosial, ekonomi, pariwisata, dan tak luput juga bidang pendidikan. Pemerintah mengeluarkan Surat Edaran (SE) pada tanggal 18 Maret 2020 menyatakan bahwa segala kegiatan di dalam dan di luar ruangan di semua sektor akan ditunda sementara waktu, terutama bidang pendidikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia kemudian menindaklanjuti dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19. Pembelajaran di sekolah kemudian dilaksanakan secara daring atau pembelajaran jarak jauh. Belajar di rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi COVID-19. 

Masa pandemi COVID-19 benar-benar telah mengubah praktek pembelajaran secara drastis menjadi pembelajaran yang berbasis kepada kemandirian belajar peserta didik dan pemanfaatan teknologi informasi komunikasi menjadi lebih utama. Pendidikan elektronik (eeducation) dan pembelajaran elektronik (e-learning) dengan sarana internet benar-benar berjalan sepenuhnya karena didorong situasi pandemi. Sejalan dengan hal tersebut pembelajaran sejarah tentu harus mampu beradaptasi sesuai dengan situasi yang terjadi. 

Sebagaimana himbauan pemerintah bahwa pembelajaran selama masa darurat penyebaran COVID-19 dapat disisipkan pengetahuan tentang pandemi. Pembelajaran sejarah meskipun secara materi membahas tentang peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau, akan tetapi sesungguhnya saat ini peristiwa yang akan menjadi sejarah pada masa yang akan datang sedang terjadi.

Dalam sejarah dikenal adanya pola gerak sejarah yang dapat berulang. Peristiwa pandemi yang pernah terjadi dalam sejarah kesehatan umat manusia, bukan hanya terjadi sekali pada saat ini saja, misalnya seperti Wabah Justinian yang terjadi pada Era Romawi, Pandemi Black Death pada Abad Pertengahan di Eropa, Wabah Cacar di Amerika pada Abad-XV, Pandemi Kolera di India pada tahun 1961, Flu Spanyol (H1N1) tahun 1918, Wabah SARS pada tahun 2003, Flu Babi tahun 2009, dan Pandemi Ebola tahun 2014.

Secara sinkronik, pembelajaran sejarah dapat juga membahas sejarah kesehatan atau sejarah pandemi yang pernah terjadi di Indonesia sejak masa pra-kemerdekaan hingga masa kemerdekaan. Hal ini menjadi penting untuk menempatkan peristiwa sejarah secara kontekstual karena kebermaknaan dalam pembelajaran sejarah dapat dibangun.

Sebagaimana ungkapan bahasa Belanda yang dikutip oleh Swantoro “In het heden ligt het verleden, in het nu wat komen zal” bahwa “di masa kini terletak masa lalu, di masa sekarang terkandung masa depan”, dan sesungguhnya ini menjelaskan bahwa sejarah memang selalu aktual. Pembelajaran kontekstual menurut Johnson adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik untuk mendapatkan makna dari materi pembelajaran yang sedang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu konteks diri sendiri, sosial, dan budaya mereka.

Sedangkan Howey mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses penggunaan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dan memecahkan masalah secara simulatif ataupun nyata, baik secara personal maupun kolektif. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual adalah sebuah proses pembelajaran yang berupaya mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi kehidupan peserta didik dan menjadikannya lebih dekat sehingga pembelajaran menjadi bermakna.  

Terkait dengan pembelajaran sejarah yang kontekstual, mengungkapkan terdapat beberapa hal prinsip dalam pembelajaran sejarah yang perlu menjadi perhatian bagi pendidik sejarah, antara lain:

  1. Pembelajaran sejarah hendaknya adaptif terhadap perkembangan peserta didik dan juga perkembangan zaman. Meskipun materi sejarah membahas peristiwa yang terjadi pada masa lampau, bukan berarti tidak memiliki keterkaitan dengan masa sekarang. Dalam sejarah terdapat prinsip kontinuitas atau keberlanjutan antara masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. 
  2. Pembelajaran sejarah hendaknya berorientasi kepada nilai. Pembelajaran sejarah tentu bukan saja pembelajaran yang sekedar memaparkan fakta masa lampau, tetapi juga tentang pelajaran dari berbagai peristiwa yang telah terjadi. Sehingga peserta didik dapat lebih berhati-hati dan mawas diri dalam menjalani kehidupannya. 
  3. Strategi pembelajaran yang dirancang hendaknya menumbuhkan kreativitas, melatih berpikir nalar, dan kritis peserta didik. Pengetahuan tentang sejarah bukanlah pengetahuan tentang dogma yang memiliki kebenaran dimensi tunggal dan hanya disampaikan secara terbatas dan monoton.  

Kerap kali rasa ketidaktertarikan peserta didik muncul karena mereka tidak terlatih untuk mengkritisi peristiwa masa lampau dengan berbagai macam cara belajar mereka sendiri. Sejarah adalah tentang perubahan, dan sejarah selalu terbuka terhadap hal-hal yang baru, “historia samper reformanda” (sejarah selalu memperbaharui diri), akan sangat menarik apabila dalam pembelajaran sejarah diwarnai dengan argumen-argumen, diskusi, dan analisis dari peserta didik. 

Kontekstualisasi pandemi COVID-19 dalam pembelajaran sejarah adalah proses mengkontekstualkan peristiwa pandemi COVID-19 sebagai salah satu bagian dari materi pembelajaran sejarah. Secara khusus dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran Sejarah Indonesia, memang tidak membahas tentang sejarah kesehatan umat manusia secara tematik.

Akan tetapi, bukan berarti kurikulum menutup kreativitas pendidik untuk membelajarkan topik sejarah kesehatan dan mengkontekstualkannya dengan situasi pandemi saat ini. Konteks berarti berbagai hal yang berkaitan dengan gagasan atau pengetahuan awal seseorang yang diperoleh dari berbagai pengalamannya sehari-hari. Konteks sangat berkaitan dengan lingkungan dan pengalaman kehidupan masing-masing individu.  

Dalam kaitannya dengan pembelajaran sejarah, ini disebut dengan konteks sosial dan konstruksi sejarah. Oleh karena itu pembelajaran kontekstual tidak sekedar proses “connecting” atau menghubungkan, mengaitkan, merelevansikan saja, akan tetapi juga memahami sesuatu sesuai dengan konteksnya.

Secara teknis penekanan utama kontekstualisasi dalam pembelajaran sejarah adalah keterkaitan, relevansi, antara materi pembelajaran dengan kehidupan nyata, antara peristiwa sejarah di masa lampau dengan konteks sosial saat ini serta memahami sesuatu berdasarkan konteksnya. Oleh karena itu pembelajaran sejarah kontekstual dapat dilakukan secara progresif atau regresif. Progresif, adalah menarik situasi dan peristiwa (mengkontekstualkan) masa lampau ke situasi dengan pola yang berulang saat ini (maju ke masa sekarang).  

Sedangkan regresif adalah menarik (mengkontekstualkan) situasi saat ini ke situasi atau peristiwa pada masa lampau (mundur ke belakang). Perlu diperhatikan bahwa dalam kontekstualisasi, mengaitkan peristiwa sejarah dengan masa sekarang baik secara progresif maupun regresif, tidak berarti membawa kacamata saat ini untuk memahami peristiwa masa lampau atau sebaliknya. Setiap peristiwa sejarah memiliki konstruksi sosial masing-masing sesuai zamannya, dan hanya dapat dipahami serta dimengerti sesuai dengan konteksnya.

* Penulis adalah Mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah, Universitas Lampung 

Lebih baru Lebih lama
RajaBackLink.com

نموذج الاتصال